Blogger Tips and Tricks

Minggu, 03 Februari 2013

Filsafat Dibalik Tembang Macapat



Macapat merupakan tembang klasik asli Jawa, dan pertama kali muncul adalah pada awal jaman para Wali Songo, dimana para wali pada saat itu mencoba berdakwah dan mengenalkan Islam melalui budaya dan diantaranya adalah tembang-tembang macapatan ini.Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Derajat serta Sunan Kudus adalah kreator awal munculnya tembang-tembang macapat. Apabila diperhatikan dari asal-usul bahasanya(kerata basa), macapat berarti maca papat-papat(membaca empat-empat).
Kalo berdasarkan jenis dan urutannya tembang macapat ini sebenarnya menggambarkan perjalanan hidup manusia, tahap-tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya.
Sebagaimana dalam Al-qur’an disebutkan: “Latarkabunna Thobaqon An Thobaq,” yang berarti bahwa: “Sungguh kamu akan menjalani fase demi fase kehidupan.”

urut-urutan dari jenis tembang macapat:

  1. Maskumambang :Adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garba ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh ini Allah SWT telah bertanya pada ruh-ruh kita: “Alastu Bi Robbikum?” “Bukankah AKU (Allah) ini Tuhanmu?” dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya: “Qoolu Balaa Sahidna,” “Benar (Yaa Allah Engkau adalah Tuhan kami) dan kami semua menjadi saksinya”.
  2. Mijil:Merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.
  3. Sinom:Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.
  4. Kinanthi:Masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh.”Apa yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini”. “In Ahsantum, Ahsantum ILaikum, Walain Asa’tum Falahaa”, “Jika kamu berbuat kebajikan maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali padamu juga.”
  5. Asmarandana:Menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih. Cinta adalah anugerah terindah dari Allah dan bagian dari tanda-tanda keAgungan-Nya. “…..Waja’alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika La’aayatil Liqoumi Yatafakkaruun”. “…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan Kasih Sayang, sesungguhnya didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi kaum yang berfikir.”
  6. Gambuh:Awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah tangga itu yaitu: “Hunna Li Baasulakum, Wa Antum Libaasu Lahun," “Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu adalah merupakan pakaian baginya”. Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat, untuk melindungi dari panas dan dingin.Dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.
  7. Dhandhanggula:Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang piutang). Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.
  8. Durma:Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma, durma berasal dari kata darma / sedekah berbagi kepada sesama. Dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi masyarakat disekitar kita. “Barangsiapa mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah akan meringankan bebannya sewaktu di Akirat kelak."
  9. Pangkur:Pangkur atau mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah / upaya yang sungguh-sungguh agar bisa meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori dinding-dinding kalbu kita.
  10. Megatruh:Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya Ruh / Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau keabadian yang Celaka yaitu di Neraka). “Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut“ yang berarti bahwa: Setiap Jiwa Pasti Akan Mati. “Kullu Man Alaiha Faan“ yang berarti bahwa: Setiap Manusia Pasti Binasa.
  11. Pocung (Pocong / dibungkus kain mori putih):Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan / mori putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia. “Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna,“ yang berarti bahwa: Sesungguhnya kamu itu akan mati dan mereka juga akan mati."
Kebenaran datangnya dari Gusti Allah kesalahan datangnya dari saya
InsyaAllah,mekaten

Wallohu a'lam